Minggu, 31 Juli 2011

Dampak Pernikahan Dini Dalam Keluarga


Dampak Pernikahan Dini Dalam Keluarga
Oleh : Rohwan, S.Ag 

Sekilas Tentang Perkawinan
Menurut undang undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentukkeluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
 Sedangkan beberapa Ulama ahli fiqih mendefinikan nikah adalah akad yang memberikan faedah kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita , dan mengadakan tolong menolong serta memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing. ( lihat Bimbingan Perkawinan oleh. Drs. Dedi Junaidi hal 5 , 2002 )

          2. Rukun dan Syarat Perkawinan.
a.   Catin Pria
b.   Catin Wanita
c.    Wali
d.   Dua orang Saksi yang adil
e.   Sighat Ijab dan Qobul
Syarat Nikah menurut Syar’i, adalah :
a.   Catin Pria haruslah Islam,jelas prianya, tidak dipaksa,tidak beristri empat, calon istri bukan mahramnya, tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istrinya, dan tidak sedang dalam ihram haji atau umroh.
b.   Catin Wanita haruslah Islam, jelas wanitanya, telah memberikan ijin kepada walinya untuk menikahkan, tidak bersuami dan dalam masa iddah, bukan mahrom calon suami, belum pernah dili’an oleh calon suami, dan tidak sedang haji dan umroh.
c.    Syarat wali adalah : Islam, baligh, berakal, tidak dipaksa, terang lelakinya, adil ( bukan fasiq), Tidak sedang ihrom haji dan umroh, tidak rusak pikirannya, dan tidak dicabut haknya oleh pemerintah
d.   Syarat Saksi meliputi :Islam, laki-laki, baligh, berakal, adil, mendengar, melihat ( tidak buta) , Tidak bisu, Tidak Pelupa, Mengerti maksud ijab qobul, tidak merangkap wali, bisa menjaga diri. ( Muru’ah)
e.   Sedang  Sighat Ijab –qobul haruslah terbentuk dari kata “Inkah atau “Tazwij” atau terjemahan dari kedua kata tersebut yang dalam bahasa Indonesia berarti menikahkan.

Syarat Nikah Menurut Pasal 6 Undang-undang No. 1 tahun 1974 sebagai berikut :
a.           Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
b.           Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang mencapai umur 21 tahun        harus mendapat izin dari kedua orang tua.
c.            Dalam hal salah seorang dari kedua orang tuanya meninggal dunia , maka izin diperolah dari orang tua yang masih hidup.
d.           Dalam hal kedua orang tuanya telah meninggal dunia atau dalam keaadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas.
e.           Apabila terjadi perbedaan pendapat antara orang-orang diatas maka dimintakan pendapat ke Pengadilan agama setempat.
Kemudian dalam pasal 7 dijelaskan :
a.   Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita umur 16 tahun.
b.   Dalam hal penyimpangan pada ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi dari pengadilan agama setempat.

4. Perkawinan Yang dilarang
Perkawinan/pernikahan yang dilarang dapat digolongkan menjadi dua yaitu larangan selama-lamanya dan larangan untuk sementara waktu.  Larangan nikah selamanya meliputi :
a.             Hubungan darah terdekat.
b.             Hubungan persusuan
c.              Hubungan persemendaan
d.             Li,an
Sedangkan larangan nikah untuk sementara waktu yaitu :
a.             Talak bain Kubro
b.             Permaduan
c.              Poligami
d.             Masih dalam masa iddah
e.             Perbedaan Agama
f.               Ihrom Haji/Umroh.

B.  PERNIKAHAN DINI

1.    Pengertian Pernikahan dini
Berpijak dari batasan pernikahan yang dijelaskan dalam UU No. tahun 1974 diatas , maka dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan  dini adalah pernikahan yang dalakukan oleh catin putra/putri usianya kurang dari 21 tahun, sedangkan menurut acuhan BKKBN Pernikahan yang dilakukan oleh  catin  usianya kurang 25 tahun.
Terkait dengan batasan umur pernikahan, Bimo Walgito, 1984,  berpendapat bahwa umur seseorang mempunyai peranan dalam perkawinan. Umur seseorang berhubungan dengan aspek fisiologis, psikologis dan sosial ekonomi. Dari aspek fisiologis batasan perkawinan pada umur 16 dan 19 tahun sebagaimana dalam undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 dianggap sudah cukup masak, karena pada usia tersebut pasangan nikah sudah dapat mebuahkan keturunan, karena dari segi biologis alat-alat reproduksi telah berfungsi. tetapi dari aspek psikologis pada umur 16 tahun maupun 19 tahun pada umumnya masih digolongkan pada umur remaja atau adolensi belum termasuk kategori dewasa (Hurlock, 1959 dalam Bimo Walgito, 1984), dan jika dikaitkan dengan kematangan sosial ekonomi biasanya anak pada usia 19 tahun belum mempunyai sumber penghasilan atau penghidupan sendiri.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan mengingat akan peranan suami istri, Bimo Walgito berpendapat bahwa umur yang sebaiknya untuk menikah adalah pada umur 23-24 tahun untuk wanita dan umur 26-27 untuk pria dengan tetap menekankan bahwa batasan tersebut tidak bersifat mutlak.
Senada dengan Bimo Walgito, Hasan Basri juga berpendapat factor kedewasaan merupakan factor penting dalam perencanaan pernikahan. Basri berkeyakinan bahwa suami istri yang  dewasa akan lebih bertanggungjawab, akan mampu memahami perasaan, menenggang perasaan dan memikirkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi keluarganya. Meraka akan tegar mengahadapi cobaan dalam kehiduupan, baik dalam bidang sosial ekonomi, kesususilaan dan kehormatan keluarga. Dari sini Basri menyimpulkan bahwa  perkawinan yang baik dan penuh tanggungjawab biasanya berkembang bila uisia pria   diatas 25 tahun dan kaum wanita pada usia diatas 22 tahun..
Masih banyaknya pernikahan usia muda di masyarakat diduga disebabkan oleh berapa faktor:
1.    adanya ketentuan hukum atau undang-undang yang membolehkan kawin usia muda sebagaimana pada UUP No. 1 tahun 1974;
2.    masih adanya salah pandang terhadap masalah kedewasaan dimana anak yang sudah menikah berapun umurnya dianggap sudah dewasa;
3.    factor social ekonomi yang cendurung mendorong orang tua untuk cepat-cepat menikahkan anaknya terutama anak perempuan dengan maksud agar beban ekonomi keluarga berkurang;
4.    rendahnya kesadaran dan tingkat pendidikan orang tua dan anak yang memandang pendidikan formal tidak penting sehingga lebih baik kalau segera dinikahkan;
5.    factor budaya yang sudah melekat di masyarakat bahwa jika punya anak perempuan harus segera dinikahkan agar tidak menjadi perawan tua;
6.    pergaulan bebas para remaja yang mengakibatkan kehamilan sehingga memaksa orangtua untuk menikahkan berapapun umurnya
Sementara itu menurut Nadhif (2003) Sebab-sebab pernikahan dini 
diantaranya adalah sebagai berikut :
 a.       Takut berbuat zina. Dikalangan anak muda sekarang banyak kita jumpai sebelum akad sudah pacaran terlebih dahulu. Agar tidak terjerumus kejalan yang tidak dibenarkan maka mereka  melaksanakan akad nikah walaupun usianya belum memungkinkan.
b.       Lingkungan. Ada sebagaian orang tua berpandangan bahwa jika anak gadisnya tidak secepatnya dinikahkan kelak akan menjadi perawan tua. Juga karena pengaruh masyarakat disekitarnya memang menghendaki anaknya harus menikah walaupun masih belum cukup umur.
c.              Kecelakaan/Hamil sebelum Nikah, karena pengaruh pergaulan bebas, minum-minuman keras,  mas media baik cetak maupun elektronik, sehingga kita tidak bisa mengendalikan diri akhirnya terjadi hamil diluar nikah. Kalau hal ini terjadi (kecelakaan ) maka mereka akan datang ke KUA minta untuk segera dinikahkan walaupun umurnya masih relatif muda.
d.             Putus Sekolah/  tidak punya kegiatan tetap. Kondisi ini sangat berpengaruh kepada generasi muda untuk mencari peluang agar dapat secepatnya mencari pendamping hidup. Merasa dirinya tidak ada kegiatan , akhirnya mengambil jalan pintas dengan harapan siapa tahu dengan menikah semua urusan bisa selesai.

Adapun dampak negative dari pernikahan usia muda adalah :
1.    Tingginya ketergantungan kepada orang tua untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga karena belum mapan secara ekonomi;
2.    Kurang matangnya kepribadian akibat terhambatnya masa remaja;
3.    Tidak stabilnya pertumbuhan kejiwaan istri karena harus hamil dan mengasuh anak dalam kondisi yang belum siap;
4.    Terhambatnya keharmonisan dalam rumah tangga;
5.    dari aspek kesehatan, pernikahan usia muda dapat berpotensi terhadap gangguan kehamilan dan kualitas bayi
6.    Dampak Psikologis, dia tidak bisa lagi bebas bergaul seperti masih lajang, sekarang mereka harus bertanggung jawab kepada suami/istri, keapada keluarga dan kepada lingkungan. Karena usia yang belum memungkinkan maka tidak sedikit mereka jadi stress dan kehilangan keseimbangan.
7.    Dampak Sosial, masayarakat akan merasa kehilangan sebagian asset remaja yang seharusnya ikut bersama-sama mengabdi dan berkiprah lebih dominan dimasyarakat. Tapi karena alasan sudah berkeluarga maka keaktifan mereka di masayarakat jauh berkurang.
8.    Rawan perceraian. Data terakhir di KUA Kec. Dlingo menunjukkan bahwa selama satu tahun terjadi percerain sebanyak 31 peristiwa , dan 21 orang ternyata usia ketika nikah dibawah 21 tahun.

Oleh karena itu agar dapat tercapai keluarga yang berkualitas maka  seseorang yang akan menikah dipersyaratkan  telah baligh dan mempunyai kecakapan yang sempurna artinya telah cukup umur dan telah matang jiwa raganya

2.  Kiat-Kiat Agar tidak Menikah Di Usia Dini
Aba beberapa cara atau strategi yang kita tempuh agar tidak ingin cepat-cepat menikah sebeleum usianya memungkinkan   (usia ideal ) yakni :
a.   Aktif mengikuti kegiatan. Baik kegiatan sosial maupun kegiatan keagamaan
b.   Gemar berpuasa berolahraga
c.    Melanjutkan sekolah/ Kuliah/kursus/ke Pesantren
d.   Memegang prinsip  “ punya penghasilan tetap dulu baru menikah “
                C.  BEBERAPA HAL YANG PERLU DIRENUNGKAN
1.    Pernikahan adalah perintah Agama yang harus kita junjung tinggi sehingga kita dapat melaksanakan dalam kondisi yang betul –betul dipersiapkan.
2.    Menunda pernikahan dalam usia dini relatif lebih baik dari pada kita  mendahuluan nikah  padahal kondisi kita belum memungkinkan.
3.    Biasakan diri kita untuk aktif dalam kegiatan –kegiatan yang bermakna dalam kehidupan .
4.    Hindarkan diri kita dari hal –hal yang negatif, minum-minuman keras, narkoba, judi , melihat kemaksiatan. Karena itu semua akan membawa petaka bagi kita.





*) Penghulu KUA Kecamatan Pandak


DAFTAR PUSTAKA

Basri, Hasan.2004 , Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama Yogyakarta :
 Pustaka Pelajar
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag RI. Intruksi Presiden R.I. Nomor 1 tahun 1991 KompilasiHukum Islam di Indonesia, Jakarta : 2000,
Departemen Agama RI, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji UU RI. No: 1 Tahun         1974 tentang Perkawinan Pasal 6 ( 1 ) dalam Pedoman Pegawai Pencatat                  Nikah ( PPN ) Jakarta : 1997/1998

Dedi Junaedi,2002,  Membina Keluarga Sakinah Menurut Al Qur’an dan As-Sunah  
Jakarta, Akademika Pressindo. ,

Soemiyati, 1986. Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan,
          Yogyakarta : Liberty,

Nadhif, 2003, Makalah Pernikahan Dini Dalam Perspektif UU Perkawinan, No. 1 Tahun
          1974, tidak dipublikasikan

Nafisah Siti. 2008, Kesejahteraan Rumah Tangga Dalam Pernikahan Dini,
 (Skripsi pada Fak. Dakwah UIN Suka Yogyakarta,



0 comments:

Posting Komentar