ETIKA PERGAULAN DALAM ISLAM
Disampaikan Oleh : Rohwan, MSI*)
“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. Al Hujurat [49]:13)
Agama Islam adalah agama sempurna, dimana seluruh aspek kehidupan manusia
diatur sedemikian rupa termasuk masalah pergaulan. Pergaulan adalah satu cara
seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar,
bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia
ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada
orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia.
Manusia
membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Tidak ada mahluk yang sama
seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada
persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima
milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk
khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul
sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah
laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud
keagungan dan kekuasaan-Nya.
Maka dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk
bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu
merupakan hal yang wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut
dengan sikap yang wajar dan adil. Karena bisa jadi sesuatu yang tadinya kecil,
tetapi karena salah menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan.
Tak ada yang dapat membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena
ketakwaannya kepada Allah SWT (QS. Al_Hujurat [49]:13)
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket
ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu
sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan
kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan
ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum,
dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.
Ta’aruf. Apa jadinya
ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling
menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan?
Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud? Begitulah, ternyata
ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan
melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita
dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri
khas pada diri seseorang.
Tafahum. Memahami, merupakan
langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain.
Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan
yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita
dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa
yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan
sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan
orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi
aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang
jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap
besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang
shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu
juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti
akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
Ta’awun. Setelah
mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun
(saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta
pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada
ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullulloh SAW telah
mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan
umat Islam yang lain.
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi bagian penting yang harus
kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas
karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita
mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan
benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan
keridhaan Allah dan seluruh makhluknya.
Tahabun, dari proses ta’aruf,
tafahum dan ta’awun tersebut tidak menutup kemungkinan melangkah pada proses
berikutnya yakni munculnya rasa suka satu sama lain (Tahabun). Munculnya perasaan
saling suka bukanah sesuatu yang salah karena salah satu hal yang dianugrahkan
Allah kepada manusia adalah kecintaan terhadap lawan jenis yang sekaligus merupakan
fitrah yang ada pada setiap manusia yang sempurna. Inilah hikmah diciptakannya
manusia dengan jenis yang berbeda, berupa laki-laki dan wanita.
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)“. (Q.S. Ali
Imran: 14).
Namun
kecintaan kepada lawan jenis, harus diletakkan pada tempatnya sesuai aturan
syari’at. Yaitu melalui proses khitbah (melamar) dan akad nikah, bukan melalui
pacaran , karena ini terlarang dalam agama kita. Kecintaan
terhadap lawan jenis inilah yang menjadi alasan dua anak manusia untuk
berpacaran, dengan menjalin hubungan, memadu kasih, mengukir kisah asmara dan
berjanji setia sehidup dan semati.
Adakah Pacaran Islami ?
Secara tegas dinyatakan bahwa tidak ada konsep pacaran dalam islam,
yang ada adalah ta’aruf dan kitbah yaitu suatu upaya untuk menyampaikan kehendak
nikah kepada seorang wanita atau walinya.
Betapa
banyak harta yang terbuang karena pacaran, betapa banyak manusia menjadi gila
karena ulahnya, betapa banyak kemaksiatan yang terjadi karena melakukannya, dan
jiwapun melayang disebabkan olehnya. Namun sangat sedikit manusia yang mau
mengambil pelajaran.
Lalu
kenapa produk barat yang bermerek “pacaran” ini masih menjadi “virus”
yang menjangkiti hampir semua kalangan, mulai dari Sekolah Dasar, SMP,
SMA, sampai di bangku kuliahan. Mereka merasa malu, bila masih sendiri
alias belum punya pacar. Semua ini disebabkan karena hawa nafsu yang sudah
berkuasa pada diri seseorang, kurangnya perhatian orang tua, dan jauhnya mereka
dari agama.
Berbagai
macam dalih dan beribu merek alasan yang sering dilontarkan untuk menghalalkan
produk haram ini. Yah, “alasanya mengikuti perkembangan zaman“, “cara
untuk mencari dan memilih pasangan hidup, agar bisa saling mengenal karakter
dan sifat masing-masing sebelum menjalani bahtera kehidupan rumah tangga”. Ini
adalah jerat-jerat setan. Lalu sampai di mana kalian akan saling mengenal pasangan?
Apakah sampai harus melanggar batasan-batasan Allah !!? Ini adalah pintu
kebinasaan yang akan menghinakan dirimu.
Dalil
Haramnya Pacaran
Allah
-Azza wa Jalla- Yang Maha Penyayang kepada hamba-Nya telah menutup segala celah
yang bisa membinasakan hamba-Nya, di antaranya adalah zina, dan segala
pengantar menuju zina. Allah –Azza wa Jalla- berfirman:
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. dan suatu jalan yang buruk“. (QS. Al-Isra’ : 32)
Allah
telah melarang hamba-Nya untuk mendekati perzinaan, karena zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. Maka segala hal yang
bisa mengantarkan kepada bentuk perzinaan telah diharamkan pula oleh Allah.
Sedangkan pacaran adalah sebesar-besar perkara yang bisa mengantarkan ke pintu
perzinaan !!! Data dan realita telah membuktikan; tak perlu kita sebutkan
satu-persatu kisah buruk dan menjijikkan, dua insan yang dimabuk asmara.
Jika
Allah dalam ayat ini mengharamkan pengantar menuju zina (diantaranya pacaran),
maka tentunya Allah mengharamkannya karena hal itu akan menimbulkan mafsadah
(kerusakan) di atas permukaan bumi, seperti kerusakan nasab, harga diri, rumah
tangga, dunia, dan akhirat.
Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menjelaskan firman Allah di atas, kenapa
Allah mengharamkan pacaran? Jawabnya, berdasarkan hadits-hadits yang ada, bahwa
pacaran mengandung beberapa perkara maksiat lainnya; satu dengan lainnya saling
mengundang, seperti:
Memandang
Lawan Jenis yang Bukan Mahram
Saling
memandang antara satu dengan yang lainnya sudah menjadi perkara yang lumrah
bagi dua insan yang dimabuk cinta. Sementara memandang lawan jenis bisa
membangkitkan syahwat apalagi bila sang wanita berpakaian ketat yang menampakkan
lekuk-lekuk tubuhnya. Oleh karena itu “bohong” bila seorang laki-laki tidak
tergiur dengan penampilan wanita yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya, apa
lagi sang wanita tergila-gila kepadanya dan tiap hari berada di sisinya. Oleh
karena itu, hendaknya seorang muslim menjaga matanya dari memandang
perkara-perkara yang diharamkan untuk dilihat. Allah -Subhanahu wa Ta’ala-
berfirman,
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya (dari hal yang haram); yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”.
Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan kemaluannya (dari yang haram)“. (QS. An-Nur: 30-31).
Jarir
bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhuma- berkata,
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ نَظَرِ
الْفَجْأَةِ ؟ فَقَالَ: اِصْرِفْ بَصَرَكَ
“Aku
bertanya kepada Rasulallahi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tentang pandangan
yang tiba-tiba (tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda, “Palingkan pandanganmu“.
[HR. Muslim (2159), Abu Dawud (2148), At-Tirmidziy (2776)]
Memandang
wanita yang tidak halal untuk dipandang (bukan mahram), meskipun tanpa syahwat,
maka ia adalah zina mata. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ اَدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذلِكَ لَا مَحَالَةَ:
الْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاسْتِمَاعُ،
وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ
زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ
الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Telah
ditulis bagi setiap bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya,
kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar,
lidah (lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki
zinanya adalah melangkah, sementara qalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka
kemaluanlah yang membenarkan (merealisasikan) hal itu atau mendustakannya“.
[HR. Al-Bukhoriy (5889) dari Ibnu Abbas, dan Muslim (2657) dari Abu Hurairah]
Saling
Merayu, dan Menggoda dengan Suara Lembut
Lalu
bagaimana lagi jika yang dilakukan bukan hanya sekedar memandang, tapi juga
dibumbui dengan cumbu rayu, berbalut suara yang mengundang syahwat dan sejuta
godaan dusta!! Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
“Maka
janganlah kamu tunduk (bersuara lembut) dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan
yang baik“. (QS. Al-Ahzab:32).
Al-Hafizh
Ibnu Katsir-rahimahullah- berkata menafsirkan ayat ini, “Maknanya hal ini,
seorang wanita berbicara (di balik tirai dan penghalang, -pent) dengan orang
lain dengan ucapan yang di dalamnya tak terdapat kemerduan suara, yakni seorang
wanita tidak berbicara dengan orang lain sebagaimana ia berbicara dengan
suaminya (dengan penuh kelembutan)”. [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Karim
(3/636)]
Jadi,
seorang lelaki atau wanita terlarang untuk saling menggoda, merayu, dan
bercumbu dengan ucapan-ucapan yang membuat salah satu lawan jenis tergoda, dan
terbuai sehingga pada gilirannya membuka jalan menuju zina, baik itu zina kecil
(seperti memandang, saling memikirkan, dan lainnya), maupun zina besar !!
Menemui
Wanita Tanpa Mahram, dan Tanpa Pembatas
Sehari
bagaikan sepekan, sepekan bagaikan sebulan, dan sebulan bagaikan setahun bila
sepasang anak manusia yang sedang dimabuk cinta tidak bertemu. Ketika mereka
bertemu, pastilah berduaan. Sang pria berusaha sebisa mungkin menemui si
wanita, tanpa ada mahram, dan tanpa pembatas berupa tirai yang melindungi
mereka dari pandangan syahwat. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda,
إَيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ
الْأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ ألْحَمْوَ؟ قَالَ : الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Hati-hatilah
kalian dari masuk menemui wanita”. Seorang lelaki dari kalangan Ashar berkata,
“Bagaimana pendapatmu dengan kerabat suami?” Maka Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wasallam- bersabda, “Mereka adalah kematian (kebinasaan)“. [HR.
Al-Bukhoriy (5232), Muslim (2172), dan At-Tirmidziy (1171)]
Berduaan
antara Pria dan Wanita
Lebih
para lagi, jika pria dan wanita yang berpacaran ini saling berduaan, karena
setan sudah hampir berhasil menjerumuskan keduanya dalam zina. Makanya, kasus
zinanya orang yang berpacaran, itu terjadi di saat mereka berduaan; saat mereka
bebas mengungkap isi hatinya, dan syahwatnya yang bergejolak kepada lawan
jenisnya. Sebab itu, kedua pasangan yang haram ini berusaha mencari tempat
yang tersembunyi, dan jauh dari jangkauan manusia; ada yang pergi ke daerah
wisata, tepi pantai; ada yang lebih elit lagi sewa hotel, villa, dan lainnya.
Untuk apa? Agar bebas berduaan melampiaskan birahinya yang keji
!!! Di lain sisi, sebagian wanita tak sadar jika ia akan dihinakan dengan
perbuatan itu, karena hanya sekedar janji-janji muluk dan dusta. Sadarlah wahai
kaum wanita, jika seorang lelaki yang mengungkapkan cintanya kepadamu, tanpa
melalui pintu nikah, maka ketahuilah bahwa itu adalah “cinta palsu“,
dan “janji dusta“
Seorang
dilarang berduaan dengan lawan jenisnya yang bukan mahramnya, karena hal itu
akan membuat setan lebih leluasa menggoda dan menjerumuskan seseorang dalam
zina, dan pengantarnya. Rasulllah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Jangan
sekali-sekali salah seorang di antara kalian (kaum pria) berduan dengan seorang
wanita, karena setan adalah pihak ketiganya“. [HR. At-Tirmidziy (2165), dan
Ahmad (114). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (6/215)]
Memegang
dan Menyentuh Pacar
Pacaran
tidaklah lepas dari bersentuhan, entah dengan cara berjabat tangan,
berboncengan di atas kendaraan, atau berpegangan, berpelukan, berciuman dan
lainnya. Ketahuilah bahwa memegang dan menyentuh wanita yang bukan mahram kita
adalah perbuatan yang diharamkan dalam agama kita. Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wasallam- bersabda,
لَأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ
مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
“Andaikan
kepala seseorang di cerca dengan jarum besi, itu lebih baik (ringan) baginya
dibandingkan menyentuh seorang wanita yang tak halal baginya“. [HR.
Ar-Ruyaniy dalam Al-Musnad (227/2), dan Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (486,
& 487)]
Penutup
Akhirnya
kami nashihatkan kepada para remaja yang
dilanda asmara agar segera bertaubat kepada Allah sebelum nyawa meregang.
Hentikan pacaran yang akan menjatuhkan kalian dalam jurang kenistaan. Jagalah
kehormatan kalian yang suci dengan tameng ketaqwaan kepada Allah -Ta’ala- .
Diolah dari: http://id.shvoong.com/humanities/1775913-etika-pergaulan-menurut-islam/#ixzz20lQ3JkVe http://almakassari.com/?p=276
dikutip dari http://www.ahlussunnah-jakarta.com judu asli: Produk Haram
*) disampaikan dalam
kegiatan masa orientasi siswa SMK Cokoramito Pandak, tanggal 17
juli 2012
0 comments:
Posting Komentar