Minggu, 31 Juli 2011

Hakekat Ibadah Puasa Ramadhan


HAKEKAT IBADAH PUASA RAMADHAN
Oleh : Sugito, S. Ag

الخطبة الاولى
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ. فقال الله تعالى فى كتا به الكريم اعوذ بالله من الشيطان الرجيم يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin sidang jama’ah jum’ah rahimakumullah.
            Mengawali khutbah Jum’ah pada kesempatan yang mulia ini, marilah kita senantiasa bersyukur dan memuji ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, kita masih diberi kehidupan dalam keadaan sehat wal-afiat. Dan dengan keimanan serta atas izin Allah kita bisa menunaikan ibadah jum’ah, sebagai kewajiban bagi seorang muslim. Semoga ibadah jum’ah kali ini benar-benar mendapat ridha Allah dan membawa manfaat bagi kehidupan kita. Amin
            Selanjutnya, selaku khatib menyampaikan wasiat kepada diri pribadi saya dan juga kepada hadirin jamaah jum’ah, marilah kita selalu berupaya dengan sekuat daya tenaga lahir dan batin, dan dengan kesadaran untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, yaitu imtitsalu binnawamiri wajtinabu’aninnawahi, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan ketakwaan kepada Allah, akan mendapat kemuliaan hidup di sisi-Nya baik di dunia saat ini dan kehidupan di akherat kelak. Dan semulia-mulia orang disisi Allah adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Juga sebaik-baik bekal dan pakaian seseorang adalah bekal takwa.

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah
Sekarang kita tengah memasuki bulan Ramadlan 1432 H, bulan yang istimewa, di mana berpuasa di dalamnya adalah termasuk dalam salah satu rukun Islam yang lima, dan merupakan kewajiban bagi orang-orang yang beriman.
Kata puasa dalam Al-Qur’an dikenal dengan “Shiyam” dalam hadits dikenal dengan “Shaum” adalah sama artinya dengan “Imsaak” yang dalam bahasa Indonesia adalah “menahan diri (dari melakukan sesuatu).
Dalam tafsir “Al-ManarMuhammad Rasyid Ridho berkata :
االصيام فى اللغة الامساك و الكف عن الشئ
 “Ashiyam (puasa itu) dalam (arti) bahasa menahan diri dari (berbuat) sesuatu”.

            Adapun pengertian “Ashiyam” menurut syariat (agama Islam) adalah menahan diri dari (melakukan) makan, minum, bersenggama mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dalam rangka taat kepada Allah, serta kesediaan bertaqwa, mendiddik pribadi agar berkehendak untuk meninggalkan nafsu syahwat yang dapat mendatangkan mudharat baik duniawi maupun ukhrawi.
Adapun dalil orang melakukan puasa adalah firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 183,
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”.
Hadirin yang dimuliakan Allah
            Rarulullah Saw adalah merupakan rasul terakhir dimana sebelumnya telah diutus beberapa utusan Allah, bahkan umat Islam wajib meyakini adanya rasul yang pernah Allah utus mengajarkan syari’at agama sebelum diutus Rasulullah Muhammad SAW sebagai rasul terakhir. Allah berfirman :
$tBur î£JptèC žwÎ) ×Aqßu ôs% ôMn=yz `ÏB Ï&Î#ö7s% ã@ß9$#
“Tiadalah Muhammad itu kecuali seorang Rasul (dimana) telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul”. (QS. Ali Imron : 144)

            Jadi yang dimaksud dengan”orang-orang sebelum kamu” dalam ayat tersebut adalah umat para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW, seperti umat Nabi Nusa, Nabi Ibrahim, Nabi Isa dan lain-lain yang juga mendapat syariat. Perbedaannya terletak dalam segi kapan, berapa lama dan tata cara pelaksanaannya. Sedangkan persamaannya adalah bahwa dalam setiap syariat Agama para Rasul itu semua sama difardlukan berpuasa. Syariat puasa yang difardlukan kepada setiap umat dari para Rasul itu mempunyai ruh (jiwa) dan semangat yang sama.
            Janganlah kita mengira bahwa berpuasa itu hanya meninggalkan makan, minum, dan berkumpul saja. Tetapi tujuan puasa itu mengekang syahwat atau menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang terlarang, dan untuk meninggalkan ketaqwaan kepada Allah.
Nabi SAW bersabda :
ليس الصيام من الاكلوالشرب انما الصيام من اللغو والرفث
“Bukanlah puasa itu sekedar menahan diri dari makan dan minum tetapi puasa itu menahan diri dari perbuatan kotor dan perbuatan keji”. (HR. Ibn Majah) 
Beliau juga bersabda :
ما لم يدع قول الزور و العمل به فليس لله حاجة فى ان يدع طعامه و شرابه
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kat dusta dan perbuatan palsu, maka Allah tidak membutuhkan darinya, puasa meninggalkan makan dan minumnya”.(HR Bukhari)
            Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa kesempurnaan puasa adalah menahan semua anggota badan dari segala yang tidak disukai oleh Allah. Mata harus kita pelihara baik-baik agar tidak melihat sesuatu yang dibenci oleh Allah. Lidah harus dijaga agar tidak terhindar dari pembicaraan yang tidak berfaedah. Telinga harus kita jaga jangan sampai mendengarkan sesuatu yang dilarang Allah, karena orang yang ikut mendengarkan pembicaraan sama saja dengan orang yang berbicara.. Demikian juga anggota badan yang lain hendaknya kita jaga jangan sampai mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat. Karena dalam hadits Nabi disebutkan bahwa :
“ Ada lima perkara yang dapat merusak puasa (menghapus pahala puasa), yaitu berdusta, bergunjing, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan rasa syahwat”.
            Lebih dari itu, kita juga harus memperhatikan adab berbuka. Kita harus memilih makanan yang halal dan jangan berlebih-lebihan hingga melebihi kebiasaan makan malam di luar bulan Ramadlan. Ingatlah, tujuan berpuasa adalah untuk mengekang syahwat dan meningkatkan taqwa. Apabila kita berbuka sampai berlebihan, maka hampir tak ada artinya puasa kita, bahkan yang demikian itu akan membuat perut terasa berat dan lemah melakukan ibadah. Raasulullah SAW bersabda:
ما من وعاء ابغض الى الله من بطن ملىء من الحلال
“Tiada suatu tempat yang dibenci oleh Allah daripada perut yang penuh dengan makanan halal (apalagi jika perut itu penuh dengan makan haram)”.

            Kita berpuasa dimaksudkan agar dapat menahan diri dari perbuatan setan, agar tidak terperangkap oleh bujukan-bujukan setan, karena alat yang digunakan setan adalah nafsu syahwat, dan syahwat dapat menjadi kuat karena makan dan minum. Karenanya tidaklah mampu menahan dan mengalahkan setan kecuali dengan menahan nafsu. Itulah kenapa Nabi SAW bersabda :
كم من صائم ليس له من صيامه الا الجوع والعطش

“Betapa banyak orang-orang yang mengerjakan puasa tapi tidak mendapat apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan haus”.

            Kalau kita perhatikan hadits-hadits tersebut, maka kita dapat memperoleh kesimpulan, bahwa kalau ibadah puasa itu dilakukan menurut tuntunan Nabi SAW, niscaya dapat membuat hati seseorang menjadi bersih, kuat dan teguh serta dapat membuahkan perasaan seseorang menjadi halus, mempunyai rasa kasih sayang yang mendalam terhadap sesama.
            Disamping itu tentu kita yakin bahwa ibadah puasa mengandung manfaat bagi manusia, baik dari segi kesehatan maupun dari segi pembentukan kepribadian. Tegasnya ditinjau dari segi manapun ibadah puasa mampu memberikan kemanfaatan yang nyata. Meskipun demikian, bukan berarti wajibnya puasa karena ada kemanfaatan-kemanfaatan, tetapi lebih dari itu Allah SWT menghendaki agar kita menjadi orang-orang yang bertaqwa. Atas dasar kemanfaatan-kemanfaatan yang tumbuh dari amaliah ibadah puasa itulah seseorang dapat meningkatkan pengabdiannya kepada Allah swt.
            Sungguh  besar sekali hikmah yang terkandung dalam puasa, di samping keistimewaan pahalanya yang luar biasa.
“Setiap amal perbuatan anak Adam adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang memberikan pahalanya”.
            Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Seandainya umatku tahu akan keagungan dan keutamaan bulan Ramadlan, tentu mereka berharap agar satu tahun penuh dijadikan bulan Ramadlan, ketaatan diterima di sisi Allah, doa-doa dikabulkan, dosa-dosa diampuni dan surga meridukan mereka”.
Hadirin jama’ah jum’ah rahimakumullah
Oleh karena itu marilah kita berdoa semoga ibadah puasa kita diterima di sisi Allah SWT, dan marilah bulan Ramadlan yang berkah ini kita isi dengan memperbanyak amal saleh untuk mencari keridhaan Allah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ       الْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ.                                                   




0 comments:

Posting Komentar