‘ALAIKUM BI-ASHIDQI
Oleh : Wiharno. S.Ag
Jujur adalah sebuah kata sederhana yang sering kita ucapkan, bahkan lisan kita sampai beribu kali melafalkannya, pun sangat familier di indera pendengaran kita. Namun faktanya menjadi sesuatu yang sangat sulit kita temukan dalam aplikasi kehidupan kita sehari-hari. Jujur seharusnya menjadi sebuah harga mati bagi kita, bagi pribadi setiap pribadi muslim. Rosul pernah bersabda : “Hendaklah kamu sekalian jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebajikan dan bahwasanya kebajikan itu membimbing kita ke surga.”
Jujur adalah kunci sukses bagi setiap orang, banyak fakta telah mengajarkan kepada kita. Bukankah Rosulullah sukses besar dalam memimpin umat karena kejujuran beliau, bukan karena gelar kesarjanaan beliau dan bahkan beliau dikenal sebagai nabi yang “ummiy” yang berarti tidak dapat membaca dan menulis. Namun berkat kejujuran beliau sifat ummiy, yang seharusnya menjadi aib bagi orang lain namun justru jadi mukjizat bagi beliau sehingga mampu menepis anggapan bahwa Al Qur’an adalah karangan nabi Muhammad SAW, namun betul-betul wahyu Allah yang diturunkan kepada beliau. Contoh lain adalah Bill Gate, ia seorang non muslim yang berkat kejujurannya dalam manajemen ia sukses memimpin Perusahaan Software IBM dan menjadi orang terkaya di dunia saat ini, berkat kejujurannya ia sangat dicintai karyawannya. Pernah dalam suatu kesempatan ia berkata :
You can burn my building
You can fescinate the factory
But left me the employers, I will rebuild my empire again.
Ada kata mutiara dari orang Arab mengatakan “Kejujuran akan mengatarkan ke tataran orang-orang yang baik (Abrar) dan sebab kejujuran pula akan mengantar kesuksesan. Orang Jawa pun punya pepatah yang mengatakan “Ajiing diri gumantung ono ing lathi”. Dan masih banyak lagi mutiara kata tentang kejujuran yang sering menghiasai setiap ucapan kita. Namun sayang rupanya kejujuran merupakan sesuatu yang sangat langka dalam kenyataanya, kejujuran hanya retorika belaka dalam kehidupan negeri kita. Kita harus malu dengan kondisi kita, kondisi Negara kita yang menjadi pusat ketidakjujuran sehingga kita berpredikat Negara terkorup di duni rangking tiga (3). Bahkan penegakan hukum di negeri kita untuk memberantas ketidakjujuran juga masih tebang pilih, sehingga hanya yang kecil saja yang tercover. Sehingga ada anekdot yang menyebutkan : “Jerat Hukum di Indonesia bagaikan sarang laba-laba.” Jadi yang terjerat hanya lalat, nyamuk dan yang kecil-kecil saja. Coba kita bayangkan kalau yang lewat kelelawar, codot, burung hantu mampaukah jerat laba-laba maupun menahannya?
Mari kita renungkan kembali firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah beserta orang-orang yang jujur. Jelas disini bahwa kejujuran equvalent dengan ketakwaan, orang yang jujur adalah orang yang taqwa dan orang yang taqwa adalah orang yang jujur. Bukankah setiap ibadah (shalat, zakat, puasa dan haji) yang kita lakukan dalam rangka membentuk pribadi yang taqwa. Ada secercah harapan yang masih tersisa dimana masih hangat dalam ingatan kita ketika beberapa waktu yang lalu salah satu SMU di Jakarta (SMU N 13) sebelum ujian seluruh siswa mengadakan ikrar untuk tidak “nyontek” lagi. Kita satlu dan perlu mengikuti jejak mereka, anak-anak kita. Mari kita meniti kembali untuk mencapai sesuatu yang tak ternilai harganya yang mungkin selama ini sengaja ataupun tidak kita abaikan dan kita jauhi, hal ini mungkin karena kita telah muslim sejak kecil (Islam keturunan) sehingga kita hanya mampu berkata “jujur” tapi kita sendiri sering berbuat sebaiknya. Hanya satu kata yang kita butuhkan “BERANI” untuk jujur.
0 comments:
Posting Komentar