Selasa, 19 Juli 2011

Ilmu Yang Membawa Kearifan


Ilmu Yang Membawa Kearifan
Oleh : Muhammad Taufik, MA

Hai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan ketakutan. Surat Arrahman : 33

Allah akan meninggalkan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang  yang diberik ilmu pengetahuan beberapa derajat. Surat Al Mujadalah : 11

            Kalau kita cermati surat Arrahman  33 di atas, maka dapat kita pahami bahwa Allah SWT memberi kesempatan seluas-luasnya bagi manusia untuk melakukan dan mengetahui  apa saja, asalkan manusia itu mempunyai kemampuan (power), dan kemampuan yang dimaksud itu adalah ilmu pengetahuan.


Apa yang difirmankan Allah tersebut benar-benar nyata bisa dibuktikan oleh manusia dengan usahanya yang gigih. Seperti adanya penjelajahan ke ruang angkasa seperti yang dilakukan oleh Neil Amstrong astronot Amerika Serikat yang telah menginjakkan kakinya di bulan. Ekspedisi pesawat tanpa awak ke planet Mars. Dan masih banyak lagi temuan-temuan baru manusia lainnya, sehingga sekarangpun manusia di planet bumi ini tiada henti melakukan penjelajahan baik di ruang angkasa maupun di lautan.
Dari gambaran di atas kita jadi tahu betapa besarnya peranan ilmu pengetahuan bagi hidup dan kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia bisa membuat hidupnya menjadi baik dan mudah melakukan apa saja, dengan ilmu pengetahuan manusia bisa tahu tentang segala hal yang terjadi saat ini. Baik untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi sesamanya atau sebaiknya menciptakan kehancuran bagi sesamanya. Kita bisa saksikan betapa dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya manusia mampu menciptakan peradaban yang serba modern dan canggih sehingga dalam melakukan aktivitas serba komputer dan mesin.
Tapi ironisnya dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya manusia juga membuat kebinasaan di muka bumi ini hanya karena untuk melampiaskan nafsu untuk menghegemoni (menguasai) sesamanya. Manusia mampu membikin bom atom, peluru kendali dan senjata nuklir yang digunakannya justru untuk membunuh. Berapa banyak korban berjatuhan sia-sia hanya karena kepongahan teknologi yang dimilikinya. Manusia ciptakan mesin-mesin perang untuk menguasai yang lemah dengan dalih bermacam-macam, mulai dari pelanggaran HAM, isu teoriris, memperbanyak senjata nuklir dan lain-lain. Yang kuat menguasai yang lemah, yang pintar memperbudak yang bodoh, yang kaya menghinakan yang miskin. Itulah yang terjadi saat ini, semakin tinggi ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia semakin nyata pula manusia membuat kebinasaan di muka bumi ini. Manusia lebih menggunakan nafsunya bukan hati atau perasaan (qolbu). Hujjtul Islam Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa kalbu itu bagaikan cermin, sementara ilmu adalah pantulan gambaran realitas-realitas ilmu. Yang membuat cermin kalbu tidak bening adalah hawa nafsu tubuh. Ketaatan kepada Allah dan keterpalingan dari tuntutan hawa nafsu itulah yang membuat kalbu menjadi bening dan cemerlang. Inilah penyakit manusia yang sesungguhnya bahwa akalnya cerdas tetapi kalbunya sakit karena akalnya hanya digunakan untuk membuat kejahatan. Sehingga dapat kita lihat betapa manusia melakukan segala sesuatu tanpa mempertimbangkan baik buruknya dan tanpa menggunakan hati atau perasaan.
Untuk itulah kita perlu merenungi firman Allah dalam surat Al Mujadalah ayat 11 yang menjelaskan bahwa derajat orang yang beriman dan berilmu itu lebih tinggi dibanding dengan yang lainnya di antara manusia. Bila dianalisa dengan kacamata filsafat Hermeneutika kita bisa tahu bahwa dalam ayat tersebut Allah mendahulukan kata “iman” dari kata “ilmu” yang mengandung pengertian bahwa sangat tepat bila orang yang berilmu pengetahuan tinggi harus didahului atau didasari oleh iman yang kuat. Iman di sini menjadi fondasi yang mengontrol perilaku manusia agar tidak menyimpang menjadi kekufuran. Bila seseorang mempunyai ilmu yang tinggi tidak akan terperosok pada jurang perilaku hewani karena ia berada dalam bimbingan iman yang kuat. Sebab kalau keduanya bisa berjalan beriringan dengan baik disitulah terletak ketinggian derajat seseorang manusia dengan manusia yang lainnya.
Mungkin tidak ada salahnya bila kita lihat kebelakang pepatah orang bijak yang mengatakan : “Contohlah ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk”. Artinya adalah bahwa semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang semakin rendah hatinya (tawadhu’) kepada Allah karena ia sadar bahwa ilmu pengetahuan yang didapatnya merupakan karuniaNya dan tidak ada apa-apanya dengan ilmunya Allah. Yang penting kita pegang adalah semakin tinggi ilmu pengetahuan yang kita miliki hendaknya menjadikan kita sadar bahwa semuanya adalah datang dari Allah dan layak disyukuri dengan sikap arif dan bijaksana.
Dari paparan di atas maka paling tidak kita dapat mengambil beberapa pelajaran :
1.     Allah memberikan kesempatan kepada manusia seluas-luasnya untuk mengeksplorasi alam semesta ini, tidak ada yang tidak mungkin di jagad raya ini.
2.    Ilmu pengethuan memegang peranan yang urgen (penting) bagi manusia sebagai media untuk mengetahui, memahami dan melakukan sesuatu
3.    Karena ilmu pengetahuan itu penting maka wajib hukumnya bagi kita untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Sabda Nabi Muhammad SAW : Menuntut ilmu itu bagi seorang muslim dan muslimah adalah wajib
4.    Kemuliaan dan tingginya derajat seseorang lebih ditentukan oleh iman dan ilmu yang dimilikinya bukan berdasarkan pangkat, harta, dan golongan, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah.
5.    Ilmu itu ibarat pisau yang tajam, tergantung pada siapa yang memegangnya. Bila digunakan orang yang baik ia bisa gunakan untuk membuat ukiran yang indah, memotong sayur untuk memasak dan lainnya. Sebaliknya bila dipegang oleh orang yang jahat maka pisau tersebut bisa jadi digunakannya untuk membunuh.
6.    Tirulah ilmu padi, semakin tinggi ilmu seseorang semakin arif dan bijaksana ia dalam melalui hidupnya.
Wa Allah a’lam bi al-shawab

Bahan bacaan :
v  Agus Efendik,”Tasawuf sebagai mazhab epistimologi”, dalam al-Hikmah, No. 17, vol. VII, (Bandung : Yayasan al Muthohhari, 1996)
v  Abid Al-Jabiri, Bunyah al-‘aql al-‘Arabi, (Beirut : al-Markaz al-Tsaqafi al Arabi, 1993)
v  Fazlurrahman, Islam, terj.Ahsin Muhammad, (Bandung : Pustaka, 1984)
v  Al-Qur’an al-Karim

0 comments:

Posting Komentar