Selasa, 19 Juli 2011

Memenuhi Panggilan Allah


Oleh : Aldi Johasisyah

Minimal ada tiga panggilan Allah yang secara sangat resmi kepada kita kaum muslimin untuk memenuhinya, yaitu panggilan sholat lewat adzan, panggilan haji dan panggilan kematian. Maka sebelum memenuhi panggilan yang ketiga, bersegeralah kita untuk memenuhi panggilan sholat dan haji.
Pertama. Panggilan sholat. Ada sebuah ungkapan yang sering kita dengar “sholatlah kamu sebelum kamu disholatkan”. Adzan adalah sebuah panggilan untuk melaksanakan sholat di zaman Khalifah Umar bin Khattab ada sebuah peristiwa yang terjadi, pada saat itu khalifah menjadi imam sholat, setelah selesai sholat beliau memperhatikan ada seorang sahabat yang tidak ikut sholat jamaah. Kemudian beliau pergi ke rumah sahabat tersebut sambil berteriak memanggil orang itu untuk keluar dari rumahnya. Sahabat yang dipanggil segera keluar dengan tergopoh-gopoh.
Khalifah bertanya, “kenapa kamu nggak ikut sholat jamaah?”.”"Saya sedang sakit wahai Khalifah”, jawabnya. Mendengar ini Khalifah marah sekali dan berkata, “Kamu bisa memenuhi panggilan saya, tapi kamu tidak bisa memenuhi panggilan Allah sebagai Penciptamu”.
Dalam setiap sholat, kita perhatikan sebagai penutupnya adalah mengucapkan salam ke kanan dan salam ke kiri. Artinya kita mohon keselamatan, rahmat dan barokah Allah.
Ada akhir ada pula awal. Ada penutup ada pula pembukanya. Kalau akhir sholat adalah salam, maka pembukanya adalah takbir, iftitah dan al-fatihah. Takbir adalah sebuah pengakuan akan kebesaran Allah, bahwa Allah lah yang Maha Besar, yang berhak disembah oleh semua makhluk. Iftitah adalah sebuah doa atau tawajjuh kita kepada Allah, bahwa kita hanya menghadapkan wajah kita kepada Allah semata, ikhlas dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Setelah itu barulah kita membaca surah Al-Fatihah. Salah satu inti dari surah ini adalah permintaan kita untuk diberi hidayah oleh Allah SWT.
Belajar dari kenyataan tersebut, maka kunci untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat adalah orang yang mendapatkan hidayah Allah dan mau mengikuti petunjuk tersebut. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam QS. 

Artinya : “... Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. “

Dengan kata lain, sholat adalah kunci untuk mendapatkan hidayah Allah dan hidayah Allah adalah kunci keselamatan. Dalam konteks ini, kita perlu introspeksi diri dengan mengoreksi seberapa besar kecintaan kita dengan sholat. Apakah sekedar rutinitas yang melelahkan atau yang lain.
Untuk itu perlu kita belajar dengan kasus yang terjadi di zaman Rasul sebagaimana disebutkan dalam Fiqhus Sunnah bahwa Ubaidullah bin Tsabit dari Anas pernah meriwayatkan sebuah hadits di mana “Ada seorang laki-laki Anshor yang menjadi imam bagi orang-orang di Masjid Quba’. Setiap ia hendak membaca ayt atau surat pada sholat yang rnempurnyai bacaan Al Qur’an, maka lebih dahulu sebagai pembukaan , dimulainya dengan “qulhuwallahu ahad” sampai selesai, kemudian baru dibacanya surat yang lain. Hal itu dilakukan pada tiap-tiap rakaat, sehingga teman-temannya menegur dia sambil berkata: Anda baca  surat ini sebagai  pengantar dan rupanya itu belum cukup menurut anda. Sebaiknya itu anda cukupkan itu sebagai bacaan, atau kalau tidak tidak usah dibaca tetapi diganti dengan yang lain!
Laki-laki itu berkata: “Saya takkan meninggalkannya, jika kalian setuju saya menjadi imam kalian dengan demikian, maka akan saya lakukan. Jika kalian tidak setuju, maka saya akan pergi.” Menurut pendapat mereka, orang itu adalah yang paling utama di antara mereka dan  rnereka keberatan kalau yang menjadi imam itu orang lain, maka tatkala mereka dikunjungi oleh Nabi SAW, mereka menyampaikan hal itu kepada beliau, lalu Nabi SAW. bersabda :

Artinya : "Hai Pulan, apa halangan bagimu untuk mengabulkan permintaan teman-temanmu dan apa pula alasanmu terus-terusan membaca surat ini pada setiap rakaat?. Laki-laki menjawab : "Karena saya mencintainya”. Nabi SAW bersabda: “Kecintaanmu kepadanya akan memasukanmu ke dalam surga.!”.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari riwayat di atas adalah :
1.     Setiap amal harus mempunyai motivasi atau niat yang ikhlas karena Allah. Maka ketika ada seorang sahabat Nabi SAW berhijrah dari Mekkah ke Madinah dan niatnya bukan karena Allah, Nabi pun mengingat bahwa “Setiap amal amal tergantung pada niatnya... “
2.    Setiap amal semestinya dilandasi oleh rasa cinta, bukan keterpaksaan. Sebab kalau terpaksa biasanya merupakan beban dan memberatkan. Dengan cinta semuanya terasa indah, walaupun cinta itu sendiri membutuhkan pengorbanan. Sebab belum dikatakan cinta kalau hanya sekedar ucapan jempol belaka.
Dalam konteks inilah, kita mungkin harus banyak bersyukur kepada Allah karena banyak sekarang media televisi yang menampilkan Sinetron bertemakan dakwah seperti Hidayah, Insyaf, Kuasa Ilahi, dan sebagainya. Tetapi di sisi lain kita juga harus prihatin bahwa jangan­-jangan itu bisa mendangkalkan keimanan seseorang dengan mengatakan “Wah itu kan cuma sandiwara saja”, apalagi digambarkan ada seorang artis yang menjadi guru ngaji, tetapi ngajinya salah, lalu bagaimana ini... ???
Kedua. Panggilan haji. Panggilan ini memerlukan syarat yang cukup berat yaitu istithoah. Baik mampu secara ekonomi, fisik maupun mental. Di sinilah perlunya perjuangan dan pengorbanan yang besar untuk memenuhi panggilan ini. Namun pahala yang disiapkan Allah bagi yang hajinya mabrur tidak ada lain kecuali surga.
Ibadah haji adalah suatu lambang perjuangan umat manusia melawan godaan-godaan, kehidupan untuk menuju kepada Allah. Kita diingatkan kembali oleh Allah, bahwa kita berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya. Di dunia ini kita bagaikan orang asing dan kita akan pulang menuju kampung akhirat. Oleh sebab itu, persiapkanlah bekalmu sebanyak-banyaknya.
Perjuangan menuju Allah artinya perjuangan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah. Allah tidak jauh dari kita, oleh karena itu marilah kita berjuang untuk mendekati-Nya. Allah akan mengingat kita, 

Artinya :”Maka ingatlah Aku, niscaya Aku akan mengingat kamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian mengingkari (nikmat) Ku. " (QS Al­ Baqoroh : 152).

Pelaksanaan ibadah haji di mulai dari Miqat dan seseorang harus berganti pakaian dengan dua helai kain kafan. Satu helai di atas bahu dan yang sehelai lagi dililitkan di pinggang. Sekarang semua orang sudah berpakaian sama, maka janganlah engkau merasa sombong dan tinggi hati karena engkau di sini bukan untuk mengunjungi seseorang, tetapi hendaklah engkau merasa rendah hati karena engkau segera akan mengunjungi Allah. Dengan meminjam istilah KH. Gymnastiyar, yang terkenal dengan Manajemen Qolbunya, yaitu : “Selamat menikmati hidup di dunia dengan kerendahan hati“.
Pelajaran pertama ini memberikan kita hikmah, bahwa untuk bisa dekat dengan Allah, maka kita harus mempunyai sikap tawadlu dan rendah hati, tidak sombong dan membanggakan diri, karena Allah tidak menyukainya.



3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù
Artinya : “... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-prang yang sombong dan membanggakan diri. " (QS. An-Nisa : 36).

Selanjutnya adalah Muharromat, yaitu menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti : Tidak berkata atau berbuat yang keji, kotor dan fasik; Tidak bertengkar apalagi saling menumpahkan darah. Bahkan sebaliknya kita dianjurkan untuk mengoreksi diri sendiri, bukan mencari aib dan kesalahan orang lain. Memperbanyak tasbih, tahmid dan takbir untuk memuji kebesaran Ilahi.
Dalam pelajaran yang kedua ini, kita bisa mengambil hikmah bahwa untuk berjuang menuju kepada Allah kita harus menjaga tali persaudaraan di antara kita. Darah, harta dan kehormatan kaum muslim tidak boleh diganggu. Kita dilarang untuk melukai sesama muslim, dilarang mengambil hartanya dengan cara yang haram, dan dilarang menghina, memfitnah, mencemoohkan dan hal-hal lain yang meruntuhkan kehormatannya. “Memaki seorang muslim itu durhaka dan membunuhnya kafir “, kata Nabi.



Artinya : “Apakah Islam itu ya Rasul? Islam adalah engkau menyerahkan hatimu kepada Allah dan menyelamatkan kaum muslimin dari gangguan lisan dan tanganmu.”

Ketiga. Panggilan Kematian. Kematian itu hukumnya fardlu 'ain bagi kita. Baik tua, muda, maupun anak-anak. Cuma kapan waktunya, itu merupakan misteri yang belum terjawab. Dr. 'Aidh Al-Qorni mengatakan bahwa saat kematian adalah saat yang padanya orang kafir berserah diri, orang fasiq menjadi taat, orang yang membangkang menjadi penurut, orang kuat menjadi lemah dan orang yang perkasa menyerah.
Abu Hurairah pernah berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rusulullah, sesungguhnya kami tidak suka mati.” Siapakah yang suka mati, bahkan apabila seseorang benci kepada orang lain, ia mendoakan kematiannya.
Rasul menjawab: “Bukan itu yang dimaksud, tetapi manakala mata terbelalak, dada terasa rnenyesak, kulit mengerut dan jari jemari kaku, maka pada saat itulah barang siapa yang suka berjumpa dengan Allah, Allah pun suka berjumpa dengannya, dan barangsiapa yang benci berjumpa dengan Allah, Allah pun benci berjumpa dengannya. (HR Muslim dan Ahmad).
Rasulullah SAW mencontohkan kepada umatnya untuk memohon agar Allah SWT melimpahkan kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia ini, lebih-lebih keselamatan dan kebahagiaan di akhirat. Beliau sering sekali memanjatkan doa yang mencakup segala aspek, hingga dikenal sebagai doa sapujagat. Doa itu adalah, Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzabannar.”(QS al-Baqarah [2]:201)
Termasuk salah satu kebahagian kita adalah “Keinginan Untuk Pulang”. Pulang adalah salah satu keinginan yang didambakan oleh setiap insan. Ketika selesai sekolah kita diajarkan nyanyi "Gelang... Mari Pulang ...marilah pulang.." Namun kepulangan yang hakiki adalah apabila ajal telah menjemput kita. Semoga kita semua mendapatkan khusnul khotimah. Amin! !

0 comments:

Posting Komentar