Selasa, 24 Januari 2012

DASAR-DASAR PERKAWINAN


DASAR –DASAR PERKAWINAN
Oleh : Rohwan, MSI


A. Definisi Perkawinan
       Kata nikah atau ziwaj adalah bahasa Arab yang dalam bahasa Indonesia diartikan “kawin”. Secara lugawi (etimologi), nikah berarti “bersenggama atau “bercampur”. Para ulama fiqih memberikan pengertian yang beragam terhadap kata nikah tersebut, namun secara keseluruhan  mempunyai kesamaan antara satu dan yang lainnya, yang dapat disimpulkan sebagai berikut : “ nikah/kawin  adalah akad yang ditetapkan oleh syara bahwa seorang suami dapat memanfaatkan dan bersenang senang dengan kehormatan (kemaluan) seorang istri dan seluruh tubuhnya”.
       Sejalan dengan perkembangan zaman dan pemikiran manusia, pengertian nikah (yang hanya mengandung kebolehan bersenggama) tersebut mengalami penambahan unsur lain yang timbul akibat adanya perkawinan tersebut. seperti pengertian yang dikemukanan Undang-undang Perkawinan (UU No, 1 tahun 1974), yaitu : “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri  dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa”.
       Pengertian lain sebagaimana terdapat dalam  Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa : “ Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.

B. Landasan Hukum dan Anjuran Perkawinan
Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Dan ada banyak hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :

1. Sunnah Para Nabi dan Rasul

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلاَّ
 بِإِذْنِ اللّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. (QS. Ar-Ra'd : 38).

Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Empat hal yang merupakan sunnah para rasul : [1] Hinna',[1] [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. (HR. At-Tirmizi 1080)
2.  Bagian Dari Tanda Kekuasan Allah

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
 إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)

3. Salah Satu Jalan Untuk Menjadi  Kaya

وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.(QS. An-Nur : 32)

4. Merupakan Ibadah Dan Setengah Dari Agama

Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).

5. Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam

       Islam berpendirian tidak ada pelepasan  gharizah seksual untuk dilepaskan tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh yang membawa kepada perbuatan zina. Tetapi di balik itu Islam juga menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini. Untuk itu maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan kebiri.

       Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya. Nabi memperhatikan, bahwa sebagian sahabatnya ada yang kena pengaruh kependetaan ini (tidak mau kawin). Untuk itu maka beliau menerangkan, bahwa sikap semacam itu adalah menentang ajaran Islam dan menyimpang dari sunnah Nabi.

       Rasulullah juga menyerukan kepada para pemuda keseluruhannya supaya kawin, dengan sabdanya sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ t قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ r  يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
 اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ  فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ
 وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ(

Dari Abdullah bin Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabdakepada kami,"Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah. Karena dia itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa karena dapat menahan (HR. Bukhari Muslim)

       Setiap muslim tidak boleh menghalang-halangi dirinya supaya tidak kawin karena kawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung yang berat terhadap keluarganya. Tetapi dia harus berusaha dan bekerja serta mencari anugerah Allah yang telah dijanjikan untuk orang-orang yang sudah kawin itu demi menjaga kehormatan dirinya. Janji Allah itu dinyatakan dalam firmanNya sebagai berikut:

وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah patut kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun hamba-hambamu yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerahNya. (QS. An-Nur 32)


Sabda Rasulullah SAW:
Ada tiga golongan yang sudah pasti akan ditolong Allah, yaitu: (1) Orang yang kawin dengan maksud untuk menjaga kehormatan diri; (2) seorang hamba mukatab yang berniat akan memerdekakan diri; dan (3) seorang yang berperang di jalan Allah" (Riwayat Ahmad, Nasa'i, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim)

6. Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup
       Selain mengandung makna secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan ciri dari makhluq hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa makhluq-makhluq ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.

وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-Zariyat : 49)

سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنبِتُ الأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لا يَعْلَمُونَ
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS. Yaasin : 36)

وَالَّذِي خَلَقَ الأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ الْفُلْكِ وَالأَنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.(QS. Az-Zukhruf : 12)



Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.(QS. An-Najm : 45)ÿ
C. Tujuan Perkawinan
       Sebagai sunnatullah perkawinan merupakan realisasi kehormatan bagi manusia sebagai makhluk bermoral dan berakal dalam penyaluran naluri seks yang telah ada sejak lahir. Disamping itu, banyak manfaat baik yang bersifat psikis maupun fisik yang dapat diperoleh dalam perkawinan sebagai tujuan pelaksanaannya, yang secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Untuk Memperoleh Ketenangan Hidup
Laki-laki yang dianugrahi rasa senang terhadap wanita dan demikian pula wanita merasa senang terhadap laki-laki, dalam menempuh hidupnya tidak dibiarkan sekehendak nafsunya, akan tetapi diberi aturan hidup bersama dengan pasangannya itu. Aturan ini berkmaksud agar mereka hidup dengan tenang dan damai diliputi rasa kasih sayang yang dapat menghibur dikala susah dan pemulih gairah dikala lelah. Sesuai dengan firman Allah SWT:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
 إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)

2. Untuk Menjaga Kehormatan Diri dan Pandangan Mata
Menjaga kehormatan diri dan pandangan mata merupakan dua hal yang diperintahkan kepada manusia yang beriman, yang antara lain melalui perkawinan. dengan menikah atau kawin seseorang akan dapat membentengi diri dari godaan setan, mematahkan keinginan kuat yang memenuhi fikiran, mencegah bencana akibat dorongan syahwat, menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan dari perbuatan terlarang. Inilah yang dijelaskan Rosulullah dalam sabdanya :

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ  قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ  يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُاَلْبَاءَةَ
 فَلْيَتَزَوَّجْ  فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ(

Dari Abdullah bin Mas’ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabdakepada kami,”Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah. Karena dia itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa karena dapat menahan (HR. Bukhari Muslim)

3. Utuk Mendapatkan Keturunan
   Tujuan utama perkawinan adalah untuk memperoleh anak guna mempertahankan keturunan agar dunia tidak kosong dari jenis manusia. Pada hakikatnya diciptakannya syahwat seksual pada diri manusia ialah sebagai pembangkit dan pendorong dalam pencapaian tujuan ini. Pihak laki-laki diserahi tugas menyediakan benih, sementara wanita sebagai lahan yang siap ditanami. Adapun syahwat dalam diri mereka merupakan upaya lembut dan halus guna menggiring mereka memproduksi anak melalui hubungan kelamin.
   Anak adalah hiasan kehidupan dan penerus keturunan yang akan meramaikan dunia dalam misinya bagai khalifah bumi. Allah SWT dalam surat al Kahfi : 46)


Dan surat An-Nahl : 72)



Selain itu, anak juga merupakan sarana taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa pendekatan diri dalam hubungannya dengan upaya memperoleh anak ini meliputi empat aspek, yaitu :
·         Mencari keridaan Allah SWT demi mempertahankan kelangsungan hidup manusia
·         Mencari keridaan Rasulullah SAW dengan memerpbanyak umat beliau yang kelak pada hari kiamat akan manjadi kebanggaan di antara umat-umat lain.
·         Mengharapkan berkah dari doa-doa anaknya yang saleh sepeninggalnya.
·         Mengharapkan syafaat dari anaknya apabila meninggal dunia sebelumnya, yakni ketika belum mencapai usia dewasa.

D. Syarat Rukun Perkawinan

Perkawinan adalah wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dibenarkan. Bahkan dalam ajaran Nabi Muhammad SAW, perkawinan ini ditradisikan sebagai sunah beliau, seperti dalam salah satu sabdanya :

النكاح سنتي فمن رغب عن سنتي فليس منى   روه مسلم

Menikah adalah salah satu sunahku, Barangsiapa yang tidak suka dengan sunahku, maka ia bukan dari golonganku. (HR. Muslim)

       Oleh karena itu perkawinan yang pebuh dengan nilai dan bertujuan mewujudkan kehidupan yang baik terebut perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan penetapan syariat perkawinan ini dapat tercapai. Rukun ialah unsur pokok dalam suatu perbuatan hukum, sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus dipenuhi sebelum perbuatan hukum dilakukan.
       Para ahli fikih menrangkum syarat dan rukun perkawinan yang harus dicapai pada saat akad nikah berlangsung yang meliputi empat hal berikut : (1) ada calon mempelai (laki-laki dan perempuan), (2) ada wali dari calon istri, (3) ada dua orang saksi, (4) ada ijab dan kabul.

1. Calon Mempelai
Calon mempelai merupakan rukun nikah yang terdiri dari seorang laki-laki dan perempuan. Bila salah satu tidak ada atau kedua-duanya bersamaan jenis, maka dalam agama Islam tidak akan pernah terjadi suatu perkawinan. calon mempelai laki-laki disyaratkan sebagai berikut :
ü  Beragama Islam
ü  Sudah dewasa (mumayiz) dan berakal
ü  Terang prianya
ü  Tidak dipaksa
ü  Tidak beristri empat orang
ü  Bukan mahram bagi calon istri
ü  Tidak sedang dalam ihram

Adapun mempelai wanita harus memenuhi syarat sebagai berikut :
ü  Beragama Islam
ü  Terang wanitanya
ü  Telah memberi izin kepada walinya
ü  Tidak bersuami
ü  Bukan mahram bagi calon suami
ü  Belum pernah dili’an oleh calon sumainya;
ü  Diketahui orangnya
ü  Tidak sedang dalam ihram haji

2. Wali dari Calon Mempelai Wanita
Wali nikah bagi seorang wanita terdiri dari wali nasab, wali hakim, dan wali muhakam. Wali nasab pun berjenjang dari yang terdekat sampai yang terjauh. Lebih dari itu, wali nikah ini harus memenuhi persyaratan diantaranya :
ü  Beragama Islam
ü  Baligh dan berakal
ü  Tidak dipaksa
ü  Terang lelakinya dan bersifat adil
ü  Tidak sedang ihram haji atau umrah
ü  Tidak mahjur bisafah (tidak dicabut haknya dalam penguasaan harta bendanya oleh pengadilan)
ü  Tidak rusak pikirannya karena terlalu tua atau hal lainya.

3. Dua Orang Saksi
Saksi dalam perkawinan diharuskan terdiri dari dua orang dengan persyaratan sebagai berikut :
ü  Laki-laki dan beragama Islam
ü  Baligh dan berakal
ü  Bersifat adil
ü  Dapat mendengar, melihat dan bisa bercakap-cakap
ü  Tidak pelupa
ü  Menjaga harga diri (muru’ah)
ü  Mengerti maksud ijab dan kabul
ü  Tidak merangkap menjadi wali

Keharusan adanya wali yang dianggap sebagai rukun nikah penting sekali karena, nikah tanpa wali tidak dianggap sah. Begitu pula perkawinan tanpa dua orang saksi tidak tercapai keabsahannya. Rasulullah SAW pernah bersabda :
لَ نكاح الا بولي وشا هدى عدلِ

Tidak sah suatu perkawinan kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi (HR Daruquthni)

4. Ijab dan Kabul
Ijab adalah ungkapan dari wali calon mempelai perempuan yang ditujukan kepada calon mempelai pria dalam pelaksanaan akad, sedangkan kabul adalah ungkapan atau jawaban calon mempalai laki-laki atas ijab dari wali perempuan.
Contoh lafad ijab adalah : Saudara Jamaludin, saya nikahkan Siti Fatimah, anak saya kepada engkau, dengan mas kawin seperangkat alat sholat, tunai. Dan kabulnya adalah : Saya terima nikahnya Siti Fatimah binti Muhammad untuk saya sendiri dengan mas kawin tersebut tunai.


E. Pelaksanaan Akad Nikah
       Acara yang paling inti dari suatu perkawinan adalah akad pernikahan atau yang sering disebut dengan ijab kabul. Akad perkawinan dilangsungkan antara calon mempelai laki-laki dan wali dari mempelai wanita yang disaksikan oleh dua orang saksi. Di negara kita Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan akan dianggap sah dan mempunya kekuatan hukum yang pasti bila dihadiri oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang sekaligus mencatat adiministrasi perkawinan tersebut.
       Untuk sahnya suatu akad perkawinan (ijab dan kabul) tersebut diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi saat pelaksanaanya, yaitu :
1.      Ijab kabul dilakukan dalam satu majlis, yakni antara keduanya tidak dipisahkan (diselingi) oleh suatu perkataan lain diluar ijab kabul.
2.      Anta ijab kabul tidak bertentangan (berbeda arah dan maksud)
3.      Kedua pihak sama-sama mendengar pernyataan masing-masing dan menggunakan bahasa yang dapat difahami.

       Sebelum akad nikah dilaksanakan disunahkan diawali dengan bacaan ayat suci Al Qur’an untuk menambah kekidmatan dan dibacakan kutbah nikah yang berisi nasihat kepada calon mempelai. Sebagai catatan, diusahakan agar  akad nikah dilaksanakan di tempat yang khusus, misalnya di rumah, di masjid maupun di balai nikah yang ada di KUA setempat. Disamping itu para pihak hendaknya memakai pakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan Islam.

F. Hak dan Kewajiban Suami Isteri
G. Walimatul Ursy
Dalam suatu perkawinan, suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban, karena keduanya berserikat dalam tolong menolong dan bahu membahu dalam menegakkan rumah tangga. Untuk menuju kepada keluarga yang sakinah, banyak langkah yang harus dipahami dan dilakukan dengan sebaik mungkin. Langkah yang demikian itu sering dikenal dengan sebutan hak dan kewajiban suami istri. Hak adalah sesuatu yang seharusnya diterima lantaran pelaksanaan suatu kewajiban, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan untuk memperoleh suatu hak. Karena itu, bila dikatakan “hak isri” berarti “kewajiban suami” dan sebaliknya.
1. Kewajiban Suami (Hak Istri)
a.      Memperlakukan Istri dengan baik, dengan memperlakukan dengan wajar dan bergaul bersamanya secara baik serta bersikap menahan diri dari sikap yang kurang menyenangkan darinya. Menghormati istri dan memperlakukan dengan baik merupakan bukti kesempurnaan akhlak dan kemanusiaan orang beriman, yaitu bersikap santun dan halus kepada istri sehingga ia merasa aman tenteram dan bahagia.
b.      Menjaga Istri dengan baik, maksudnya menjaga istri dan anak-anaknya, memeliharanya dari segala sesuatu yang menodai kehormatannya, menjaga harga dirinya, menjunjung kemuliannya dan menjauhkan dari pembicaraan yang tidak baik.
c.       Memberikan mas kawin, dan nafkah, termasuk didalamnya adalah mencukupi  kebutuhan makan, tempat tinggal, pengobatan dan kebutuhan istri lainya sesuai dengan kemampuan suami.
d.      Memberikan nafkah  batin, menurut Imam Al-Ghazali, sebaiknya seorang suami mengumpuli istrinya satu kali setiap empat malam. Ini lebih adil, karena batas berpoligami juga empat orang, tetapi boleh diundurkan dari waktu tersebut, bahkan sangat bijaksana kalau lebih satu kali dalam empat malam. Dalam berhubungan suami istri disunahkan untuk mandi, berwudhu, diawali dengan doa dan tidak telanjang bulat.
e.       Sabar dan selalu membina akhlak Istri, seorang istri adalah manusia biasa yang tidak luput dari kekuarangan dan kesalahan, karena itu suami tidak boleh berpendirian bahwa istri itu harus selalu benar.  Suami berkewajiban membina dan diarahkan dengan sabar dan dipergauli dengan tabiatnya.
f.       Adil terhadap semua Istri, apabila seseorang suami mempunyai lebih dari seorang istri, wajib atasnya berlaku adil diantara mereka dan tidak condong kepada salah seorang saja.
g.       Memberi pelajaran jika Istri Durhaka, Istri yang menyeleweng (nusyuz) harus diberi pelajaran yang dapat mengembalikan dia kepada jalan yang benar. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa : 34 )




Wanita-wania yang kamu khawatirkan nusyusnya (durhaka), maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya . (QS. An- Nisa : 34)

2. Kewajiban Istri (Hak Suami)
a.      Mentaati perintah suami, seorang istri wajib mentaati suaminya dalam segala yang diinginkan mengenai dirinya selama tidak mengandung maksiat terhadap Allah SWT. Apabila perintah suami tidak sesuai dengan syariat agama, istri wajid mengingatkan dengan bijaksana.
b.      Memelihara diri dan harta suami, fitnah merupakan ancaman yang selalu mengintai kehidupan keluarga terutama datang pada wanita. Karena itulah Islam benar-benar memperhatikan urusan wanita dalam hal ini. Islam menyuruh wanita menutup aurat dengan mengenakan jilbab untuk memelihara wanita dari fitnah. Terkait dengan harta, seorang istri wajib menjaganya dengan tidak membelanjakannya kecuali untuk sesuatu yang benar-benar diperlukan. Seorang istri hendaknya menghormati dan menerima pemberian suami serta mencukupkan nafkah yang diberikannya dengan cermat dan hemat.

0 comments:

Posting Komentar