Selasa, 24 Januari 2012

Pendidikan Agama dalam Keluarga


PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA
Oleh : Rohwan, MSI

A. Pendahuluan
            Pendidikan agama dalam keluarga menempati posisi yang strategis di tengah-tengah kehidupan keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah bersatu. Ia pun merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat yang pada gilirannya bisa mengubah bangsa besar di kemudian hari. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana supaya anak bisa mengembangkan potensi dirinya ke arah yang lebih baik. Untuk menuju ke arah tersebut, agama merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Agama perlu dikenalkan kepada seluruh angota keluarga, terutama kepada anak sejak masih dini bahkan ketika masih dalam kandungan.
            Islam memandang bahwa anak mempunyai potensi untuk dikembangkan, tergantung dari cara orang tua/pendidik memberi warna kepada anak. Islam juga melihat dari sisi anak bahwa kelak dia akan menciptakan sejarah, sebagimana tersirat dari sabda Rasulullah SAW. “Didiklah anak-anakmu, sesungguhnya mereka dijadikan untuk menghadapi zaman yang tidak sama dengan zaman kamu”           
            Pendidikan agama dalam keluarga telah dicontokan oleh Nabi Muhammad saw. Sebagai pendidik dan pembawa risalah, beliau mengajak dan mendidik keluarganya, maka muncullah kaum muslimin yang pertama kali menerima pendidikan darinya, yaitu Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalih, Zaid bin Harits, Abu Bakar al-Shiddiq, dan lain-lain. Selanjutnya beliau mendidik kepada keluarga dekat dan anggota masyarakat lainnya.        
            Pendidkan agama dalam keluarga bisa melalui kebiasaan-kebiasaan baik maupun melalui prilaku baik yang dilaksanakan oleh seluruh anggorta keluarga, terutama ayah dan ibu. Dengan adanya pendididikan agama dalam keluarga diharapkan anak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna dan insan saleh di kemudian hari. Anak-anak mempunyai potensi yang maha besar untuk dikembangkan bahkan di kemudian hari karena merekalah yang akan mengukir sejarah hidup baru. Kehidupan manusia di kemudian hari ditentukan dengan bagaimana pendidikan anak pada saat ini.
            Di dalam keluarga bahagia, pendidikan dan pengamalan agama mutlak diperlukan karena dengan agama, pikiran menjadi tenang, hati merasa tentram, dan keluarga pun menjadi bahagia. Sebaliknya bila tidak disertai dengan agama, hidup terasa hampa dan gersang bagaikan hutan yang habis dilalap api. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak dengan pengetahuan agama yang baik. Ia pun mempunyai tanggung jawab penuh dalam pendidikan dan pengamalan agama bagi seluruh anggota keluarganya. Islam sangat memperhatikan tanggung jawab yang satu ini, memerintahkan orang tua untuk memikul tanggung jawabnya dan memberi peringatan bagi yang lalai menjalankan kewajibannya.
            Memelihara keluarga berarti mendidik dan mengajar mereka untuk taat kepada Allah Swt. Ketaatan ini antara lain membaca al-Qur’an bersama, sekali-kali shalat berjama’ah di rumah, makan bersama dengan do’a sebelum dan sesudahnya, dan sebagainya. Akan terasa indah dan nikmat hidup bersama keluarga, bagaikan hidup di syurga, bila dihiasi dengan ajaran agama. Pantas sekali Nabi Muhammad Saw. merasa tenang dan tentram hidup bersama keluarga sehingga beliau mengatakan “rumah tanggaku bagaikan syurgaku”.
A. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Agama
      
       Pendidikan agama di lingkungan keluarga didasarkan  adanya rasa  cinta kasih seseorang terhadap darah dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral. Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan keluarga adalah karena dorongan syar’i (ajaran Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama. Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang dibebankan oleh Allah kepada orang tuanya, sebagaimana firman Allah dalam surat At Tahrim:



Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. At-Tahrim :6)

Juga surat An-Nisa, ayat 9 berikut ini:


Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (QS. An-Nisa : 9)

dan hadits Rasulullah saw yang Artinya:
“Dari Abu Huraerah radhiallahu anha, sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda: “Tiada seorang anak pun dilahirkan, melainkan dilahirkan dalam atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhory).

       Dari ayat-ayat di atas, yang diikuti oleh sabda Rasulullah saw, memberikan isyarat bahwa ibu dan bapak mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka baik dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar yang sedang dialaminya di lingkungan sekolah maupun dalam upaya memberikan kesiapan untuk menghadapi pendidikan di sekolah atau sebagai upaya sosialisasi terhadap anak-anak, sehingga masyarakat yang berguna dan mampu menyesuaikan diri.
       Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.
       Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik. Dan menjinakan kecenderungan ke arah yang jahat. Suatu pengaruh pendidikan yang paling pundamental dan fungsional dalam pribadi, bilamana pengaruh tersebut ditanamkan dalam pribadi anak yang masih berada pada awal perkembangannya. Pengaruh tersebut akan menjadi benih utama yang dapat berpengaruh dalam perkembangannya lebih lanjut. Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat dan kemampuan.
       Perlu juga disasadari oleh para orang tua bahwa dalam keluarga, anak berkedudukan sebagai :
1.      Buah hati dan belahan jiwa
2.      Pengikat hubungan suami istri
3.      Bukti kesuburan
4.      Masa depan orang tua.
Adapun menurut Al-Qur’an, bagi orang tua, anak bisa menjadi :
1.      Mata rantai, penerus keturunan yang baik, yang menyenangkan hati; (QS. Al-Fur-qon : 74)

2.      Perhiasan kehidupan dunia (QS. Al-Kahfi : 46)

3.      Menjadi musuh orang tua, (QS. At-Taghobun : 14)
4.      Cobaan dan ujian bahkan menjadi sumber fitnah, (QS. At-Taghobun : 15)


B. Pendidikan Agama dalam Kandungan
       Pendidikan agama dimulai pada saat anak masih dalam kandungan, yaitu melalui sikap mental yang baik (sikap mental agamis) yang dijadikan sebagai praktek kehidupan suami istri. Tanggung jawab ini merupakan persoalan besar dan penting, karena pendidikan agama adalah salah satunya jalan untuk lebih mengenal dan berbakti kepada Allah SWT. Ketika seorang istri sedang hamil, sebuah keluarga yang memiliki sikap keberagamaan yang baik akan berbeda dengan keluarga yang minim pengetahuan agamanya. Seorang istri yang mengerti agama, akan mengetahui bahwa mendidik anak bukan hanya dimulai sejak anak lahir ke dunia tetapi ketika di dalam kandungan pun, calon ayah dana ibu mulai mendidikanya. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan ibu hamil merupakan pendidikan bagi sang janin. Oleh karena, perbuatan baik yang dilakukan ibu hamil merupakan pendidikan baik bagi janinnya, begitu pula perbuatan jelek yang dilakukan olehnya merupakan pendidikan jelek bagi janinnya. Dengan demikian, ibu yang sedang hamil sebaiknya memperbanyak kebaikan dan menghindari perbuatan yang kurang baik.

       Maka untuk mendapatkan sikap mental yang baik dan sehat bagi anak, hendaklah sejak istri mengandung  telah dilakukan hal-hal berikut :
1.      Menjauhkan dari hal-hal yang dianggap kurang baik atau dilarang agama Islam, seperti mencaci maki dan bergunjing;
2.      Tekun melakukan sholat wajib dan sunnah, membaca Al-Qur’an dan puasa sunah;
3.      Menghindarkan dari membunuh atau memukul binatang (seperti ular, kucing, dan anjing)
4.      Selalu bersikap sabar, menahan marah serta meningkatkan kasih sayang, baik antara suami istri, kepada orang tua, tetangga dan teman.
       Bagi orang tua yang taat dan patuh menjalankan ajaran agama tidak perlu merasa gelisah menjelang saat-saat melahirkan. Sikap yang baik dalam menanti kelahiran anak adalah dengan perasaan sabar dan memperbanyak doa kemudian bertawakal kepada Allah SWT.
       Begitu bayi sudah lahir dari kandungan, sang ayah menyambutnya dengan syukur dan membaca adzan dan iqomat sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW. Anak yang baru lahir hendaknya juga didoakan agar mendapat berkah dari Allah SWT dan dijauhkan dari segala godaan dan gangguan, misalnya dibacakan doa yang biasa dibacakan Nabi Muhammad SAW pada saat kelahiran cucu-cucu beliau (Hasan dan Husain) :
اعوذ بكلمات الله التمات من كل شيطان هامة ومن كل
عين لامة. حسن حسين
Artinya : Aku berlindung dengan Allah yang sempurna dari tiap-tiap setan yang menggoda dan dari tiap-tiap yang dilihat mata menakutkan.

        Pada hari ketujuh kelahirannya hendaknya diberi nama yang baik, karena nama yang baik mengandung doa, dan secara tidak langsung memotivasi anak agar kelak memperoleh predikat seperti namanya, misalnya nama “Jamaludin” agar anak dapat membaguskan agamanya, nama Shobirin, agar anak menjadi orang yang sabar dan sebagainya. Sebagai rasa syukur kepada Allah, bagi yang mampu melakukan aqiqah, yaitu menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan untuk diberikan kepada tetangga dan para kerabat. Pada hari ke tujuh pula anak mulai dicukur rambutnya, semuanya atau sebagian.
        Selanjutnya anak dibesarkan bersama dengan diberikan ASI agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik. Pada saat menyusui inilah sang ibu juga  bisa menanamkan pendidikan agama, misalnya dengan membaca lafad “bismillah” sebelum menyusui dan lafad “hamdalah” sesudahnya.

C. Pendidikan Agama Pada  Anak Usia Dini
       Perkembangan agama anak sejak usia dini memerlukan dorongan dan rangsangan sebagaimana pohon memerlukan air dan pupuk. Minat dan cita-cita anak perlu ditumbuh kembangkan ke arah yang baik dan terpuji melalui pendidikan. Cara memberikan pendidikan atau pengajaran agama haruslah sesuai dengan perkembangan psikologis anak. Oleh karena itu dibutuhkan pendidik (orang tua) yang memiliki jiwa pendidik dan agama, supaya segala gerak-geriknya menjadi teladan dan cermin bagi anak-anaknya.
       Tingkat usia kanak-kanak merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pendidik/orang tua  untuk membina kepribadian anak yang akan menentukan masa depan mereka. Penanaman nila-nilai agama sebaikya dilaksanakan kepada anak pada usia pra-sekolah, sebelum mereka dapat berpikir secara logis dan memahami hal-hal yang abstrak serta belum dapat membedakan hal yang baik dan buruk. Agar semenjak kecil sudah terbiasa dengan nilai-nilai kebaikan dan dapat mengenal Tuhannya yaitu Allah SWT.
       Anak pada usia dini  masih sangat terbatas kemampuannya. Pada umur ini kepribadiannya mulai terbentuk dan ia sangat peka terhadap tindakan-tindakan orang di sekelilingnya. Pendidikan agama diperlukan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik misalnya membiasakan  doa-doa harian, mengucap salam, cium tangan, dan lain-lain yang biasa di terapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Disamping itu memperkenalkan Tuhan yang Maha Esa secara sederhana, sesuai dengan  kemampuannya.

       Cara lain adalah dengan bercerita atau mendongeng. Menurut Zakiyah Darajat, anak pada usia pra-sekolah tertarik kepada cerita cerita pendek seperti cerpen yang berkisah tentang peristiwa yang sering dialaminya atau dekat dengan kehidupannya, terlebih lagi cenderung akan memilih suatu permainan yang bertujuan mendorong anak untuk tertarik dan kagum kepada agama Islam.

D. Aspek-Aspek Pendidikan Agama Dalam Keluarga
Beberapa aspek yang sangat penting untuk diperhatikan orang tua sebagai realisasi dari tanggung jawabnya dalam mendidik anak adalah :

1.      Pendidikan Ibadah
2.      Pembinaan mengenai pokok-pokok ajaran Islam dan Al-Qur’an
3.      Pendikan Akhlaq
4.      Pendidikan Aqidah Islamiyah
Keempat aspek inilah yang menjadi tiang utama dalam pendidikan Islam. Aspek pendidikan tersebut dalam pengertian yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12 – 19


012. Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
013. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
014. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
015. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
016. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
017. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
018. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
019. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

       Pendidikan sholat dalam ayat ini tidak terbatas tentang kaifiyah untuk menjalankan sholat yang lebih bersifat fiqhiyah, melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai di balik sholat. Mereka harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf dan nahi munkar serta jiwanya teruji menjadi orang yang sabar.
Dalam sabda Nabi Muhammad SAW, juga disebutkan tentang pendidikan sholat untuk keluarga yakni :

مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم
 ابناء عشر سنين.  رواه  ابوداود
Artinya : Perintahkanlah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah sholat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika telah berusia sepuluh tahun (jika belum menjalankan sholat) (HR. Abu Dawud. 26.20)

Pendidikan al-Qur’an serta pokok-pokok ajaran Islam telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh ali Bin Abi Thalib :

خيركم من تعلم القران وعلمه  رواه البيهقي
Artinya : sebaik-baik dari kamu sekalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an kemudian mengajarkannya. (HR. Baihaqi).

       Mengenai pendidikan nilai dalam Islam sebagaimana disebutkan dalam surat Luqman ayat 16 sebagai berikut :


016. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

       Sedangkan pendidikan akhlakul karimah menjadi sangat penting untuk dikemukakan dalam pendidikan keluarga, sebagaimana disebutkan dalam surat Luqman ayat 14, 18 dan 19 sebagai berikut :

014. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
018. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
019. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
       Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa tekanan utama pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada kedua orang tua, bertingkah laku yang sopan baik dalam perilaku keseharian maupun dalam bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik, melainkan disertai contoh-contoh konkrit untuk dihayati maknanya. Dicontohkan kesusahan ibu yang mengandung, serta jeleknya suara khimar bukan sekedar untuk diketahui melainkan untuk dihayati apa yang ada di balik yang nampak tersebut, kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
       Aspek berikutnya adalah pendikan aqidah Islam. Aqidah adalah inti dasar keimanan seorang yang harus ditanamkan kepada anak secara dini, hal ini telah disebutkan dalam surat Luqman ayat 13 sebagai berikut :
013. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Dari ayat tersebut Luqman telah diangkat kisahnya oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan menjadi dasar pedoman hidup setiap muslim. Ini berarti bahwa pola umum pendidikan keluarga menurut Islam dikembalikan kepada pola yang dilaksanakan Luqman dan anaknya.
       Praktek pendidikan Islam inilah yang dapat dipedomani bagi umat Islam, yang menyangkut aspek utama tersebut, yakni pendidikan ibadah, pendidikan nilai dan pengajaran Al-Qiur’an, pendidikan akhlakul karimah, serta pendidikan aqidah Islamiyah. Adapun pola operasionalnya hendaknya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan kejiwaan dan perkembangan berfikir anak. Anak usia remaja misalnya, dalam keadaan pertumbuhan emosional yang goncang dan pertumbuhan kecerdasan yang cepat akan sulit jika digunakan pendekatan otoriter, demikian juga pendekatan bebas atau permisive juga tidak mungkin digunakan, sebab anak masih labil belum bisa mengendalikan diri sendiri dengan baik.
       Betapa pentingnya agama dan akhlak dalam kehidupan keluarga tidak dapat dipungkiri. Kenyataan dimana-mana menunjukkan bahwa kehancuran suatu bangsa sering kali diakibatkan oleh rusaknya akhlak orang-orang penting di suatu negara, terutama para pemimpin yang kurang kuat imannya dalam menghadapi berbagai godaan, terutama harta. Media masa terutama internet semakin tak terbendung  dalam memberikan pengaruhnya, sementara pendidikan agama di sekolah sangat terbatas. Karena itulah untuk menyelamatkan kehidupan bangsa di masa sekarang dan yang akan datang, tumpuan harapan hanya satu, yaitu “keluarga”. Pendidikan Agama dan Pendidikan Akhlak harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dalam lingkungan keluarga.

F. Pembentukan Kepribadian
       Sesungguhnya yang mengarahkan perilaku (akhlak) seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian itu terbentuk melalui seluruh pengalaman yang diperolehnya, termasuk kebiasaan sehari-hari.  Pembinaan sikap dan tingkah laku islami dilakukan dengan senantiasa mengingat dan memelihara perkataan, perbuatan, pergaulan. Pada setiap anggota keluarga perlu ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik antara lain bersikap sopan, tidak menyakiti orang lain, jujur, suka menolong, musyawarah, sabar dan lain-lain.
       Kecuali yang tersebut diatas, masih banyak hal yang perlu diperhatikan dan diamalkan untuk pembinaan sekap dan tingkah laku serta akhlakuqul karimah seperti :
1.      Kebiasaan berdoa dalam setiap perbuatan
2.      Kebiasaan sholat berjamaah dilanjutkan tadarus Alqur’an dan pengajian singkat;
3.      Kebiasaan membersihkan tempat tidur dan tempat lain yang menjadi tanggung jawabnya.
4.      Membudayakan ucapan atau kalimah thoyibah seperti :

ü  Bismillahirrahmanirrahim apabila akan memulai pekerjaan
ü  Alhamdulillah apabila selesai melakukan pekerjaan;
ü  Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rojiun apabila mendapat musibah;
ü  Masya Allah apabia melihat yang mengagumkan;
ü  Subhanallah apabila terjadi yang mengejutkan;
ü  Astaghfirullah apabila terjadi kesalahan
ü  Na’udubillahi mindalik apabila ingin terhindar dari  keadaan yang tidak kita inginkan;
ü  Menyampaikan / menjawab salam dll.

5.      Dibiasakan makan bersama untuk menunjukkan kebersamaan.
6.      Membangun komunikasi antar anggota keluarga melalui kegiatan nonton TV bersama bermain, berekreasi bersama;
7.      Menjawah seruan adzan baik langsung maupun tidak langsung;
8.      Secara tetap menyisihkan sebagian harta untuk infaq dan shodaqoh;
9.      Berpakaian sopan sesuai dengan ajaran islam;
10.  Membiasakan silaturahmi dengan para tetangga, keluarga dan sanak kerabat baik dalam duka maupun suka.



Buku Sumber :
·         Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, (Jakarata : 2007 )

·         Modul Pembinaan Keluarga Sakinah, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, (Jakarta : 2002)
·         www.WordPress.com.  http://rindusakinah.com
·         Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, ( Jakarta : CV Ruhama, 1995)
·         Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, ( Jakarta; PT. Toko Gunung Agung, 2001)


0 comments:

Posting Komentar